Pengusaha & Pendakwah: Belajar dari K.H. Mustofa Mugni, M.A
Bismillah.
Tahun
1999 merupakan hari yang bersejarah bagi K.H. Mustofa Mughni, M.A (Pimpinan
Pesantren Daarul Mughni Al Maaliki) karena pada hari itulah beliau pertama kali
membeli tanah seluas 300
dari hasil menjual 1 buah mobil untuk dibangun
sebuah pesantren yang kini memiliki santri lebih dari 1.000 orang. Pada
awalnya, pesantren yang diberi nama Daarul Mughni ini disediakan untuk
orang-orang fakir dan yatim yang tinggal di lingkungan sekitar dengan jumlah
santri sebanyak 43 orang, saat itu, K.H. Mustofa yang berperan mengajar dan
istri beliau memasak untuk para santri.
K.H.
Mustofa adalah salah seorang pengusaha sukses sebelum beliau mendirikan
pesantren, beliau pernah berkecimpung dalam usaha impor komputer bersama Ustadz
Yusuf Mansur.
“Dulu
saya kaya, saya merasa kerja keras saya berhasil, tapi hancur semua, tidak
berkah. Tapi sekarang, saya sadar bahwa kekayaan saya bukan sepenuhnya milik
saya, ada hak orang lain di sana” ujar beliau kepada kami saat kami
berkesempatan berkunjung pada Jumat, 7 Desember 2018 lalu.
من أراد الدنيا فعليه بالعلم, و من أراد الأخرة
فعليه بالعلم, و من أراد كلاهما فعليه بالعلم
‘Barangsiapa yang menginginkan dunia, maka ia bisa didapat dengan ilmu. Barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka ia bisa didapat dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan keduanya, maka ia bisa didapat dengan ilmu’
Sebelum
membangun pesantren, K.H. Mustofa memutuskan untuk menabung dan berpikir
bagaimana caranya memiliki cukup uang. Beliau juga berharap kedepannya akan ada
ustadz-ustadz yang bergelar sarjana ekonomi, pagi ke bank dan sore dakwah,
sehingga ekonomi Islam di Indonesia bisa bangkit dimulai dari pesantren.
Menurut beliau, Indonesia hancur bukan karena orang bodoh, justru di Indonesia
ini Alhamdulillah ada banyak orang yang pintar, tapi sayangnya masih kurang
iman. Sedangkan yang dibutuhkan adalah orang-orang pintar yang ahli ekonomi dan
di sisi lain agamanya kuat.
Meski
telah menjadi pimpinan pesantren, jiwa pengusaha beliau masih sangat kuat, hal
ini terbukti dengan tingginya tingkat kemandirian ekonomi pesantren yang
dipimpinnya, banyak sektor yang dimanfaatkan oleh ustadz melihat peluang pasar
dengan memenuhi kebutuhan masyarakat dan para santri di sekitarnya. Dimulai
dari minimarket yang menjadi tangan kedua dari perusahaan sehingga harga yang
dijual bisa lebih murah, percetakan, konveksi (termasuk juga sablon dan
bordir), menawarkan waralaba ayam goreng, klinik dan apotik hingga penyewaan
bus. Dan dengan banyaknya usaha yang kini dikelola oleh pesantren, biaya
pendidikan menjadi lebih terjangkau karena tersubsidi dari keuntungan dari
usahanya.
Dalam
berbisnis, modal bukan menjadi penentu utama, modal juga penting, tapi ada 4
hal yang lebih penting: kemauan, modal, intuisi dan trik. Karena banyak orang
yang ketika dikasih modal, mereka juga bingung akan berbisnis apa. Penting juga
untuk masuk ke dalam sistem, dengan mengerti ilmu dan proses kerjanya, kita
bisa mendapatkan keuntungan.
Dalam
bisnis minimarket misalnya, memang kita tidak bisa mandiri 100%, kita
membutuhkan pihak-pihak lain yang membantu. Awalnya minimarket di pesantren
beliau merupakan waralaba dari salah satu ritel waralaba terkenal di Indonesia,
dan sejak pertama kali didirikan, minimarket tersebut laku keras dengan pasar
1.000 santri dan masyarakat sekitar yang hendak memenuhi kebutuhannya. K.H.
Mustofa pun mempelajari bagaimana sistem bisnis ini agar minimarket nya tidak
menjadi tangan ketiga, tapi menjadi konsumen tangan kedua.
Beliau
menelusuri bagaimana caranya dapat berhubungan dengan para pemain tangan
pertama yang merupakan perusahaan penyuplai tanpa melalui distributor. Ketika
menemui perusahaan-perusahaan tersebut, rupanya ada minimal pembelian jika
dilakukan langsung dari mereka sejumlah 1-2 truk per pembelian. Beliau yang
telah mempertimbangkan segmentasi pasar memutuskan untuk menerima persyaratan
tersebut dan rupanya keputusan beliau berdampak positif, harga yang harus
dibayar jauh lebih murah sehingga orang-orang bisa membeli di minimarketnya
dengan harga yang juga lebih terjangkau. Pada akhirnya, minimarket nya lepas
dari ritel waralaba dan menjadi minimarket yang mandiri.
K.H.
Mustofa berprinsip bahwa tanpa uang, kita tetap bisa membuat usaha. Daripada
kerja pada orang lain, beliau lebih memilih untuk menjadi tukang bebek, yang
awalnya beli sepasang, dengan ketekunan dan ketelatenan, bisa jadi ratusan.
Beliau mencontohkan salah satu teman beliau yang merupakan penjuang melon,
ketika usaha mandirinya disertai dengan ilmu tentang sistem, Alhamdulillah kini
bisa punya mobil mewah, bagaimana caranya? Teman beliau menjual melon bukan di
pasar, tapi menyuplai langsung ke supermarket, hotel dan restoran.
Pesantren
harus punya mutu agar menarik dan bermanfaat. Jika ada sekolah gubuk yang bisa
mendidik anak-anak untuk pintar berbahasa Inggris, kemudian ketika ada acara
ditampilkan kemampuan anak-anak yang kualitasnya bagus, harga masuknya
fantastis. Oleh karenanya, dimanapun bidang kita, perbaiki kualitas, jangan
dulu membicarakan harga, bicarakan mutu. Nanti ketika orang-orang sudah
percaya, Insya Allah akan mudah menariknya, karena sudah punya ciri khas.
Adapun
dunia pendidikan, pesantren khususnya, yang paling penting adalah bagaimana
sistem pendidikannya bisa membentuk karakter anak-anak santri, mengubah mereka
menjadi lebih baik dengan manhaj dan kurikulum yang bagus. Insya Allah dengan
begitu, kita akan membangun generasi yang memiliki kemandirian dalam
keterampilan hidup, insya Allah.
2 comments
Thanks for sharing, semoga sukses terus..
BalasHapusTerimakasih teh Asiyah tulisan-tulisannya sangat bermanfaat :)
BalasHapusThank you so much if you're going to comment my post, give advice or criticism. I'm so happy ^_^ But please don't advertising and comment with bad words here. Thanks !
♥ Aisyah