Latest Posts

Komparasi Teori Kebutuhan Maslow dan Teori Kebutuhan Al-Ghazali

By 11.27 ,

 Bismillah.


Berdasarkan teori Madzhab ekonomi mainstream, sumber daya bersifat terbatas namun kebutuhan manusia bersifat tidak terbatas. Hal ini dikarenakan kebutuhan berhubungan erat dengan kepuasaan yang pada dasarnya juga tak terbatas. Kebutuhan manusia berkaitan erat dengan pemenuhan barang dan jasa untuk kepuasan diri. Di sisi lain, peningkatan populasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan standar hidup dan perubahan budaya turut menyebabkan kebutuhan manusia menjadi tidak terbatas. Oleh karenanya, perlu ada prioritisasi bagi masing-masing individu dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

Pada tahun 1943, seorang tokoh psikologi humanistik, Abraham Maslow memaparkan teori penting berkaitan dengan hierarki kebutuhan manusia di Jurnal Psychological Review. Menurut Maslow, seorang manusia harus memenuhi kebutuhannya yang paling rendah, barulah naik ke jenjang lebih tinggi, dan seterusnya hingga ia bisa mengaktualisasikan diri. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing individu perlu membuhi kebutuhan dari mulai kebutuhan dasar berupa kebutuhan fisiologis, yang mana diantaranya adalah kebutuhan sandang dan pangan, sebelum ia berpindah ke jenjang kebutuhan yang lebih tinggi. Teori tersebut kemudian dikenal dengan istilah lima hirarki kebutuhan manusia.

Teori Kebutuhan Maslow

Dalam sistem ekonomi pasar bebas, teori kebutuhan Maslow ini mendukung adanya kepentingan pribadi yang menjadi motivator falam setiap keputusan ekonomi. Menurut Maslow, kebutuhan fisiologis manusia merupakan kebutuhan yang paling prioritas, diikuti oleh kebutuhan keamanan, cinta, penghargaan (pengakuan), dan terakhir yaitu aktualisasi diri. Maslow kemudian menambahkan kebutuhan untuk mengetahui dan memahami, serta kebutuhan estetika ke dalam daftar.

Logika hierarki kebutuhan Maslow didefinisikan oleh dua prinsip. Pertama, prinsip gratifikasi/aktivasi, di mana kepuasan kebutuhan tingkat rendah lebih didahulukan untuk dipenuhi terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhan tingkat tinggi berikutnya dalam hierarki. Kedua, prinsip deprivasi/dominasi, di mana kebutuhan yang paling tidak mencukupi adalah kebutuhan yang paling penting. Kedua prinsip tersebut kemudian berlaku untuk produk konsumen. Produk yang lebih banyak diprioritaskan adalah yang lebih menonjol dan terlihat mewah. Sedangkan kebutuhan untuk kelangsungan hidup manusia cenderung lebih diabaikan, sehingga banyak konsumsi di luar kebutuhan dalam rangka mencapai tingkat yang lebih tinggi untuk aktualisasi diri.

Selain itu, salah satu kelemahan dari ekonomi pasar bebas yang menerapkan teori kebutuhan Maslow ini adalah fenomena bahwa beberapa produsen didorong dalam bisnisnya oleh motif keuntungan mereka semata. Meskipun tujuan utama dari bisnis apa pun adalah untuk menghasilkan keuntungan, akan tetapi tujuan seperti itu tidak boleh diprioritaskan dan dikhawatirkan akan perjadi produksi di luar kebutuhan dasar untuk menangkap nafsu dari konsumen yang memiliki pendapatan.

Dalam sistem ekonomi Islam, kebutuhan manusia juga diprioritaskan berdasarkan konsep dari as-Syathibi, yang merumuskan kebutuhan manusia dalam konsep maslahat terdiri dari tiga macam, yaitu dharuriyat (primer), hajiyat (sekunder), dan tahsiniyat (tersier). Maslahat tersebut kemudian dikembangkan oleh al-Ghazali menjadi Maqashid Syariah yaitu lima hal pokok dari kebutuhan manusia, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Kelima macam kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut:

Teori Kebutuhan Al-Ghazali

Al-Ghazali berpendapat bahwa kebutuhan dan keinginan itu berbeda. Menurut Imam al-Ghazali, kebutuhan adalah keinginan manusia untuk mendapatkan sesuatu yang diperlukan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya dan menjalankan fungsinya yaitu menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah dengan beribadah secara maksimal. Karena ibadah kepada Allah adalah wajib, maka berusaha untuk memenuhi kebutuhan agar kewajiban itu terlaksana dengan baik, hukumnya menjadi wajib juga, sebagaimana kaidah yang berlaku.

Menurut Islam, yaitu senantiasa mengaitkannya dengan tujuan utama manusia diciptakan yaitu ibadah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka Allah menghiasi manusia dengan hawa nafsu (syahwat), dengan adanya hawa nafsu ini maka muncullah keinginan dalam diri manusia. Keinginan inilah yang perlu dikelola agar selalu terjaga dalam maslahah, artinya menghasilkan kebaikan dengan memenuhi kebutuhan yang tidak hanya bisa dirasakan oleh individu saja, namun juga berdampak secara berkelanjutan bagi orang lain dan masyarakat.

Perbedaan dari dua teori kebutuhan ini menunjukkan perbedaan pertimbangan dalam menentukan klasifikasi suatu kebutuhan. Dalam teori Al-Ghazali, kebutuhan relatif lebih objektif karena didasarkan pada pertimbangan yang objektif (kriteria tentang pemenuhan penjagaan Maqashid Syariah) sehingga suatu tindakan ekonomi dapat diputuskan apakah memiliki tingkat kebutuhan tinggi atau rendah. Sementara teori Maslow mendasarkan kebutuhan pada kriteria yang lebih subyektif, karenanya dapat berbeda antara individu satu dengan lainnya.

Selain itu, teori kebutuhan Al-Ghazali relatif relevan dengan proses pemenuhan yang tetap memperhatikan kebaikan dan manfaat berkepanjangan bagi sosial dan ekonomi, adapun teori kebutuhan Maslow tidak memperhatikan secara khusus tentang bagaimana proses pemenuhan tersebut dilakukan apakah memberi kebaikan bagi ekonomi dan sosial karena berfokus pada utilitas individu.

Dari sisi tujuan, jika teori kebutuhan Al-Ghazali dijadikan sebagai standar bagi seluruh pelaku ekonomi (konsumen, produsen, dan distributor), maka semua aktivitas ekonomi masyarakat baik konsumsi, produksi, dan distribusi akan mencapai tujuan yang sama, yaitu kesejahteraan (falah). Hal ini berbeda dengan teori kebutuhan Maslow, dimana untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, konsumen mengukurnya dari kepuasan yang diperoleh konsumen dan keuntungan yang maksimal bagi produsen dan distributor, sehingga berbeda tujuan yang akan dicapainya.

Pada akhirnya, pemenuhan kepuasan bagi muslim tidak dapat dipisahkan dari peranan Tauhid. Keimanan sangat mempengaruhi sifat, kuantitas, dan kualitas pemenuhan kebutuhan baik dalam bentuk kepuasan materi maupun spiritual. Konsep kebutuhan Al-Ghazali merupakan teori yang lebih tepat dalam menjadi acuan kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi untuk pencapaian keseimbangan antara orientasi dunia dan akhirat.

Allahu A’lam.

You Might Also Like

1 comments

Thank you so much if you're going to comment my post, give advice or criticism. I'm so happy ^_^ But please don't advertising and comment with bad words here. Thanks !

♥ Aisyah