Tentang Menjadi Isteri dan Ibu Penuh Waktu
Bismillah.
Alhamdulillaah.
Laa Haula wa Laa Quwwata Illa Billah.
Segala
puji bagi Allah. Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan dan izin
Allah.
Setahun
lebih menjadi seorang isteri dan ibu, setelah sebelumnya (dan seterusnya)
menjadi anak bagi umi abi, membuatku merefleksi kembali, tentang peran ini.
Anak
perempuan - isteri - ibu.
Bukankah
seperti ini fitrahnya? Fitrah yang telah Allah persiapkan segala fasilitasnya
dengan sempurna dalam ruh, akal dan fisik kita, Masya Allah.
Tapi
kembali, aku teringat beberapa pertanyaan,
Apa benar
menjadi seorang isteri sepenuhnya tentang memenuhi kebutuhan suami? Lalu
bagaimana dengan kebutuhan diri sendiri? Masa' orangtua yang sudah membesarkan
kita dengan darah dan air mata ini hanya berakhir mengabdikan diri untuk membantu
pencapaian cita-cita sosok laki-laki yang baru kita kenal dalam beberapa tahun?
Apa iya
menjadi seorang ibu berarti kita tidak bisa berkarya? Merelakan diri tidak
melanjutkan pendidikan ataupun pekerjaan, atau minimal, menundanya, karena ada
anak yang membatasi? Lalu kita harus setiap hari 24/7 di rumah saja mengurus
pekerjaan rumah tanpa berkesempatan untuk aktualisasi diri?
Eh,
betulkah?
Bukankah
tadi di awal kita membicarakan tentang, peran isteri dan ibu yang sejatinya
bertujuan untuk merawat fitrah perempuan?
Inilah
gundah gulana yang mungkin banyak dirasakan oleh para isteri maupun ibu, baik
yang baru, ataupun sudah lama, tapi tetap memendamnya.
Ini pula,
yang akhirnya membuatku berusaha untuk mencoba mempelajari ilmu yang berkaitan
dengan hal ini baik dari sisi syariat Islam maupun sains. Karena sungguh, hanya
dengan ilmu, kita bisa berupaya untuk lebih sabar, sebagaimana pesan orang Shalih
yg menjadi guru bagi Nabi Musa. Hanya dengan ilmu, seseorang jadi punya
pegangan yang membuatnya yakin, sebagaimana Nabi Ibrahim yang terus mencari
kebenaran tentang siapa Rabb yang patut disembah.
Maka
mari, akhawati.. saudari-saudari ku yang kusayangi fillah, demikian juga para
perempuan yang saat ini Allah tetapkan dalam peran sebagai isteri dan ibu,
let's pour our mind and soul to this~
Sebagai
seorang muslimah, sudah sepatutnya kita menyerahkan segala urusan dalam hidup
dan mati kita merujuk pada referensi utama yaitu syariat Allah. Islam adalah
agama yang membimbing kita secara menyeluruh dan menuntut dari masing-masing
kita penyerahan diri secara total, holistik. Aslama-yuslimu-islaaman =
surrender.
Oleh
karena itu, hal pertama yang harus kita pikirkan adalah, niat kita. Sebagaimana
banyak kitab hadist yang mengawali dengan topik pentingnya niat ini. Karena
memang sepenting itu. Inilah yang akan menjadi energi penggerak kita. Baik
buruknya proses hingga hasil, dapat dipengaruhi salah satu yang utamanya dari
awalnya. Jika dari awal, air yang dialirkan sudah kotor, maka bagaimana kita
berekspektasi ia akan jernih dengan sendirinya? Jika dari awal sudah tidak
benar, maka bagaimana proses dan hasilnya akan benar juga?
Segala
hal yang kita lakukan ini. Menikah, mengerjakan pekerjaan rumah, meninggalkan
karir, hamil, melahirkan, menyusui, memasak, mencuci, bersih-bersih rumah,
berusaha tersenyum meski sedang amat lelah, berusaha bangkit walau sakit, itu
semua..
Untuk
apa? Untuk siapa?
Mari
kembali ke diri kita, belajar untuk jujur terhadap diri sendiri, karena
bagaimanapun Allah Maha Tau. Dan jika Allah tau ada kebaikan dalam hati
seseorang, maka Allah juga akan mudahkan kebaikan untuk datang padanya. Dan
berlaku vice versa. Oleh karena itu, ketika kita mendapati hal yang ternyata
tidak nyaman, jangan langsung dialihkan.. mari kita kembali ke diri sendiri,
muhasabah, ada apa ini? Apa yang harus kita perbaiki? Karena masalah utamanya
memang dari dalam diri kita. Sebagaimana kita bisa melihat orang-orang yang
ujiannya jauh lebih besar, tapi bisa lebih tenang, bukankah ini bukti bahwa
ketenangan bukan dari kepemilikan kita terhadap faktor-faktor bahagia versi
manusia, tapi dari hati yang tulus dan ikhlas dipenuhi kebaikan, sehingga
terpancar darinya keberkahan.
Who are
you when no one see you (except Allah)?
Itulah
diri kita sebenarnya. Diri kita yang sejati. Diri kita yang bebas dari
pura-pura. Diri kita yang, kita sendiri yang tau, bagian mana yang perlu
diperbaiki.
Belajar
untuk ikhlas, melakukan kebaikan, berkata yang baik, tersenyum, rajin, suka
berbagi, jujur, memenuhi janji, dan semuaaa kebaikan-kebaikan yang masih bisa
kita lakukan sebagai wasilah pemberat amal kebaikan kita kelak di akhirat.
Namun,
bagaimanapun juga, hidup di dunia tidak akan pernah selesai dengan masalah dan
ujian, memang. Tapi.. yang harus selalu kita ingat adalah, seorang muslim tidak
punya solusi kecuali Allah.
Tugas
kita di dunia adalah melakukan yang terbaik sebisa kita, mempersembahkan amal
yang paling indah, menjaga keseimbangan segala sesuatu sesuai porsinya,
sebagaimana Al-Qur'an dan Sunnah mengajarkan kita. Karena ternyata, asal
ketidak bahagiaan adalah ketidakseimbangan. Dzolim, yaitu meletakkan sesuatu
tidak pada tempatnya.
Dan
tahukah kita, bahwa ternyata, menjadi seorang anak perempuan, isteri dan ibu
sebagaimana yang telah lengkap panduannya dalam syariat, sudah sesuai dengan
fisiologi penciptaan kita.
Perempuan
yang secara fisik umumnya memiliki uterus (rahim) dan fleksibilitas tinggi sehingga
memang telah Allah berikan fasilitas untuk beribadah dalam peran isteri dan
ibu, yang punya kualitas feminin seperti acceptance dan source of love serta
berpeluang untuk hamil, melahirkan dan merawat anak-anak.
Perempuan
itu punya karakter tembaga, lentur..
Harus
bisa fleksibel, dinamis. Fitrahnya engga kaku.. engga cocok perfeksionis.. tak
seperti sekolah dan dunia kerja yg statis dan baku.
Inilah
kualitas feminim yg harus disadari.
Dan
kembali lagi, ini bukan soal keinginan kita. Seorang Muslim hidup di atas
keinginan Allah. Hamil dan melahirkan, menjadi ibu adalah fase yg Allah
takdirkan agar kita mudah berserah diri sama Allah.
Agar kita
belajar untuk tidak menuhankan usaha, ilmu ataupun effort kita, belajar untuk
surrender pada ketentuan Allah~
Belajar
untuk melibatkan Allah dalam setiap proses.
Belajar
untuk meniatkan segala sesuatu untuk taat kepada Allah, karena kalau memang
niatnya bukan karena Allah, wajar engga Allah kabulkan.
Maka poin
penting dalam hidup di dunia yg bisa jadi baru kita dapatkan setelah menikah
dan memiliki anak adalah, sadar, ikhlas, surrender pada Allah. Menerima
ketetapan Nya dan jalani hidup dengan pemberian terbaik.
Ketika
kita melihat kehidupan dengan perspektif iman, maka semoga akan mudah bagi kita
untuk mendapat hikmah kebaikan yg Allah ingin kita belajar dari ketetapan Nya.
Menjadi
isteri dan ibu adalah karir tertinggi, karena atasan nya adalah Allah. Dan
sebagaimana pekerjaan, kita harus profesional dan totalitas.
Sehingga
setelah menikah dan menjadi ibu, kita tidak pernah kehilangan diri, tapi
justeru Allah kembalikan kita terkoneksi pada kesejatian diri sendiri sebagai
seorang perempuan, sebagai seorang muslimah. Adapun yg sebelumnya boleh jadi salah
karena kita masih ego-sentris, yg seharusnya Allah-sentris.
Menjadi
ibu, membuat kita juga belajar untuk memahami kebutuhan kita yg mungkin selama
ini kita abaikan. Suka makan fast food, sering begadang, setiap ada perasaan
selalu dipendam, dan sebagainya.
Dan
setelah menjadi ibu, ada kaidah, what baby needs, mum needs it too.
Kita
sebagai ibu jadi belajar untuk memperhatikan makanan yg kita konsumsi
sebagaimana kita membuat MPASI se organik mungkin, merutinkan olahra
sebagaimana kita mulai prenatal yoga saat hamil, belajar sambil mengajarkan
time management, aturan, disiplin dan segala kebaikan yg kita usahakan untuk
ditularkan pada anak kita.
Masya
Allah, Masya Allah..
Ternyata
tidak sesederhana itu yaa menjadi isteri dan ibu? Ternyata tidak sesimpel
stigma menjadi ibu rumah tangga.. ternyata ada banyak sekali hal yg perlu kita
perhatikan dan perbaiki.
Fyuuuh~
Membayangkannya
saja sepertinya melelahkan ya?
Tentu!
Memanglah
akan lelah, karena inilah dunia, tempat berlelah-lelah. Tempat beramal dan berbuat
baik.
Sampai
akhirnya kelak.. semoga Allah limpahkan kita dengan karunia untuk berisitirahat
saat berpulang ke Syurga Firdaus Nya kelak.
Segala
aktivitas kita dalam menjalani peran hamba Allah dan spesifik nya sebagai
seorang isteri dan ibu sebagai peran yg Allah posisikan kita, kemudian
beribadah dan berikhtiar, yuk kita niatkan agar Allah Ridha, bukan agar
bahagia, karena kalau Allah Ridha, maka mudah bagi Nya melimpahkan kebahagiaan
di hati kita. Bukan supaya anak dan suami sayang.. tapi supaya Allah Ridha,
sehingga Allah mudahkan penghuni langit dan bumi sayang sama kita.
Maka
sekali lagi, tentang menjadi isteri dan ibu, adalah kerja kita sebagai fastest
and easiest track to Syurga, dengan upaya menjaga kesucian diri dan mendukung
kiprah laki-laki di sekitar kita untuk menjadi pemimpin, menjadi imam, menjadi
versi terbaik diri mereka, adapun kita menjadi makmum, berusaha turunkan ego,
karena inilah yg utama, dan inilah shortcut menjadi wanita yg Allah muliakan,
sebagaimana empat wanita pemuka ahli Syurga tauladan kita: Maryam binti Imran,
Fatimah binti Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, Khadijah binti Khawailid
dan Asiyah istri Firaun..
Pada
akhirnya, dicipta menjadi seorang hamba, yg Allah tempatkan di dunia, adalah
menjadi Khalifah yang bekerja, dalam posisi apapun sebagai wanita; anak,
isteri, hingga ibu bekerja ataupun ibu rumah tangga, selama kita mengingat
Allah dalam setiap upaya, maka semoga usaha yg ditempa menuju keridhaan Nya,
membuat kita layak pulang ke Syurga Nya.
Dan
sekali lagi, ini hanya tentang kita dan Allah.
Segala
sesuatu hanyalah tools untuk Allah melihat bagaimana amal kita..
Apakah
kita layak untuk kembali ke Syurga, dan kelak melihat wajah Allah yg Mulia..
Semoga
Allah mudahkan kita semua di peran ini ♡
---
Acknowledgment
Dalam perjalanan belajar untuk menerima peran sebagai isteri dan ibu, Allah memudahkan saya mendapatkan banyak sekali sumber ilmu melalui banyak arah yang tidak disangka-sanga. Alhamdulillah, sega puji bagi Allah yang telah membantu saya menemukan akun Ibu-Ibu Kota Hujan (IIKH) dan mengikuti Beasiswa untuk Ibu yang membuka jalan untuk menjelajahi dunia parenting melalui kelas idaman yaitu serial Wholistic Mamma. Kesempatan berharga dari IIKH ini, yang masya Allah sangat menginspirasi untuk akhirnya berbagi cerita melalui tulisan di atas.
Allah Maha Kuasa mempertemukan kita dengan seseorang yang membutuhkan uluran tangan kita. Lalu melalui orang tersebut, kita akan dipertemukan dengan orang lain lagi yang akan mengulurkan tangannya pada kita. Syukran Jazakumullahu Khayraa, terimakasih banyak IIKH, Bu Intan, Bu Dieta, dan Bu Dela atas dukungan dan kepercayaannya dalam perjalanan pemberdayaan para ibu di Bogor. Beasiswa ini telah menjadi cahaya peluang, menerangi jalan menuju pertumbuhan, pemahaman, dan hubungan yang bermakna bagi para ibu, Masya Allah Tabarakallah.
Masya
Allah, luar biasa komitmen IIKH melalui investasi dalam pendidikan para ibu dan
secara tidak langsung dalam kesejahteraan keluarga dan msyarakat. Dukungan IIKH
tidak hanya membantu membuka pintu, tetapi juga mendorong komitmen untuk
belajar selalu dan berbagi pengetahuan demi perbaikan bersama.
With
love,
Aisyah
As-Salafiyah.
0 comments
Thank you so much if you're going to comment my post, give advice or criticism. I'm so happy ^_^ But please don't advertising and comment with bad words here. Thanks !
♥ Aisyah