Meneladani Muslimah Produktif
Bismillah.
Ini kisah tentang sesosok Muslimah yang
tetap tegar untuk istiqomah di tengah lingkungan yang tidak mendukungnya. Ia
tetap menjadi pribadi yang baik, menjadi bagian dari teman-temannya namun tetap
menjaga batasan, menjadi diri sendiri selama itu sesuai dengan akhlak Al-Quran
dan Sunnah.
Pesantren memang tempat yang baik untuk
menuntut ilmu, namun bukan berarti semua unsur pendukung (penghuni)nya sama
baiknya, meski sejatinya yah, sedang dalam proses memperbaiki diri, mungkin.
Prinsip hidupnya selama di pesantren
adalah, datang untuk belajar, menuntut ilmu, jadi tidak punya teman atau bahkan
dikucilkan karena dianggap terlalu penurut tidak jadi masalah, karena itu sama
sekali tidak merugikannya. Aku suka itu, karena menurutku orang cerdas itu
berpendirian, ia bisa memilah mana kritik yang membangun, mana yang menjatuhkan.
Nggak ikut trend, kuper, kudet? None of
my business. Masih banyak hal penting yang harus dikerjakan. Belajar, murajaah,
membaca buku, menghafal matan, dll.
Lalu apa tidak merasa sepi dan nggak
pengen punya pengalaman seru kaya temen-temen? Gimana kalau nanti malah
terlupakan?
Well, pertama, nostalgia itu nggak
bermanfaat, yang lalu biarlah berlalu, hanya menghabiskan waktu saja. Tidak
apa-apa tidak diingat kok, untuk apa? Walaupun aku yakin, setiap individu
teman-temannya Insya Allah selalu mengingatnya, sebagai pribadi yang terlalu
sempurna untuk dilupakan, pribadi yang meski tidak menyenangkan tapi
menenangkan, dan selalu dibutuhkan, selalu berprestasi. Kenangan baik disini
baginya adalah memanfaatkan waktu sebaik mungkin, membuat sejarah dengan tinta
emas.
Kalau mereka bilang hidup ini Cuma sekali,
di pesantren juga sebentar, harus dihabiskan dengan seru-seruan karena kapan
lagi bisa bersenang-senang bersama teman-teman? Ia bilang, senang-senang ada
waktunya, hidup memang Cuma sekali, karena itu harus kita manfaatkan
sebaik-baiknya untuk hal-hal yang produktif, bukan wasting time dengan chit
chat unfaedah yang tidak memberi atsar apapun nantinya setelah lulus dari
pesantren.
Bukankah kita tahu,
العلم بلا عمل كالشجر بلا ثمر
Ilmu tanpa amal (praktek) bagaikan
pohon tanpa buah.
Lalu bolehkah kita bertanya, kemana ilmu
akhlaknya? ilmu ‘sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk
manusia lain’? ilmu tentang urgensi waktu? ilmu tentang masa depan akhirat?
Mana realisasi dari apa yang sudah dipelajari? Karena itu, yuk bersama berusaha
mengamalkan ilmu yang kita dapatkan dengan memanfaatkan waktu untuk hal-hal
produktif.
Tidakkah terbesit sedikit saja
keinginan untuk mencoba seperti mereka? Nonton ini-itu, ke bioskop, ke restoran
terbaru, mencoba kuliner viral, mendengar musik?
‘Tidak’ ujarnya tegas.
Alhamdullah ia tidak suka dengan semua
itu dan memang tidak tertarik sama-sekali untuk mencoba. Kalaupun diajak, ia akan
ingat orang tua, ia sadar membawa nama baik orang tua, ia ingin membuat
keduanya bangga, ia merasa belum bisa memberi apapun.
Jadi ketika liburanpun, ia prefer bantu
dan nemenin umi di rumah.
Hidupmu milikmu, keputusanmu juga
tanggung jawabmu. Lakukan apa yang perlu dilakukan, lihat apa yang perlu
dilihat, dengar apa yang perlu didengar dan ucapkan apa yang memang perlu
diucapkan.
Terinspirasi dari saudari jauhku,
adiknya istri paman sepupuku, yang tidak ingin disebut namanya.
Uhibbuki Fillah, Barakallahufiik..
0 comments
Thank you so much if you're going to comment my post, give advice or criticism. I'm so happy ^_^ But please don't advertising and comment with bad words here. Thanks !
♥ Aisyah