Standar Kebahagiaan
Bismillah.
Manusia adalah makhluk sosial, selain saling membutuhkan satu sama lain,
juga saling berkompetisi agar dapat diakui eksistensinya.
Hidup, boleh jadi dapat diibaratkan dengan kompetisi, tapi ia bukan
kompetisi biasa dimana ada yang menang dan ada yang kalah, ini adalah sebuah
perjalanan dimana siapapun yang sampai ke tujuan bisa menjadi pemenang.
Karenanya kita harus selalu menjaga diri untuk terus menuntut ilmu agar tidak
melenceng dari rute yang lurus dan senantiasa istiqomah agar tidak berhenti di
tengah jalan.
Dunia adalah penjara bagi setiap muslim. 'Penjara' disini sejatinya
memiliki makna ganda. Kebanyakan kita mengartikannya dengan, sekedar tempat
untuk menderita.
Kenyataannya, penjara sini bisa diartikan sebagai, tempat tinggal
sementara, artinya ini bukan tempat kita, ini adalah tempat ujian, adapun
rumah, tempat tinggal sebenarnya, tempat pulang, tempat kembali kita adalah tujuan
perjalanan kita tadi, Jannah, Syurga, Insya Allah.
Kebanyakan manusia bila ditanya, apa yang paling ia inginkan, ia cari, ia
usahakan dalam hidup, ia akan menjawab, KEBAHAGIAAN..
Sayangnya kebahagiaan bukan sesuatu yang nyata, tidak bisa dibeli atau
didapatkan dengan harta, maksudnya bukan sesuatu yang dapat kita lihat atau
kita raba, ia adalah suatu perasaan yang maya, muncul dalam hati, ketenangan
yang terpatri dalam jiwa.
Namun, seringkali kita lupa bahwa dari hati-lah makna kebahagiaan yang sesungguhnya,
kita mulai mendefinisikan standar tertentu untuk dapat dikatakan bahagia.
Ada sebagian orang, menjadikan kekayaan sebagai standarnya. Memiliki rumah
besar, perabot mahal, kendaraan mewah, baru dikatakan bahagia.
Ada lagi yang menjadikan tahta standarnya. Memiliki jabatan tinggi, status
mentereng, dihormati banyak orang, baru dikatakan bahagia.
Ada pula yang menjadikan keindahan fisik standarnya, padahal ini jauh lebih
relatif, tapi dalam hal inipun media mengilusikan bahwa dengan tinggi, langsing,
kulit putih, dan sebagainya seorang wanita dikatakan cantik, oleh karena itu
berbagai produk kecantikan merebak luas di pasaran, kini bukan hanya untuk
merawat lagi niatnya, tapi lebih untuk menutupi ketidaksampurnaan. Jika sudah
tampak seperti role model tertentu, baru dikatakan bahagia.
Semua ini, tidak dapat dijadikan tolak ukur kebahagiaan.
Ketahuilah, kebahagiaan itu seharusnya relatif, ia tidak bergantung pada
apapun, sejatinya. Tidak pada kekayaan, tidak pada jabatan, tidak pada
keindahan. Semuanya sementara, tidak akan pernah kekal, itulah dunia,
kebahagiaan yang ditawarkan olehnya semu belaka.
Kenyataannya, kita sering melihat orang-orang sederhana di sekitar kita
tampak begitu bahagia, senyum terlukis di wajahnya, selalu ceria menghadapi hari-hari
yang berlalu meski melalui banyak kesulitan.
Sementara kita, yang boleh jadi memiliki 'lebih' dari standar kebahagiaan
yang kita buat, justru sering galau dan gundah, ketakutan memenuhi pelupuk mata
kita setiap akan tidur dan setiap bangun tidur.
Khawatir harta kita habis, hilang atau bisnis kita bangkrut.
Khawatir jabatan kita dilengeserkan atau ada seseorang yang lebih layak
menempatinya.
Khawatir keindahan fisik kita akan luntur seiring usia yang semakin menua.
Sehingga tanpa sadar kita mulai melakukan segala sesuatu agar
standar-standar itu tidak punah.
Adapun mereka yang mengetahui kebahagiaan sejati, tenang dan tentram
hatinya..
Ia menyadari, bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang berawal dari hati pula,
yaitu secercah rasa syukur dan qanaah (menerima apa adanya dengan ikhlas) atas
apa yang telah Allah kehendaki.
Ia terlepas dari ikatan standar dunia, ia sadar bahwa inilah dunia, indah
namun melalaikan. Menyesatkan kita dari rute perjalanan kita yang lurus.
Terkadang, kita bukan saja perlu membuka mata, namun juga harus membuka
hati, mendengarkan naluri yang sering tertutupi. Sudah cukup kita menjadikan
perkataan dan anggapan orang lain sebagai tolak ukur.
Jadikan Allah tujuan kita, jadikan Ridha-Nya harapan kita.
Bukankah Allah sendiri yang telah memfirmankan,
اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ
اللّٰهِ ۗ اَ لَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَئِنُّ
الْقُلُوْبُ
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi
tenteram."
(QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 28)
Dan dalam ayat lain,
وَمَنْ اَعْرَضَ
عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَـهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ
الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى
"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan
menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat
dalam keadaan buta."
(QS. Ta-Ha 20: Ayat 124)
Saudariku yang kusayangi karena Allah, Allah yang telah menciptakan kitalah
yang mengatakan demikian, maka siapa yang akan kita percaya sekarang? Allah
sang khalik atau manusia lain yang notabene makhluk?
Sekali lagi, tidak ada standar kebahagiaan yang terikat pada dunia, biarlah
keberadaan kita tidak eksis di mata penghuninya, namun siapa yang tak ingin
namanya harum dalam pembicaraan penghuni langit?
Mohonlah kebahagiaan itu pada Rabb yang maha membolak-balikkan hati, Ialah
satu-satunya tempat bergantung yang tak akan pernah khianat, yang selalu
menerima kembalinya kita meski kitalah yang telah banyak berkhianat, sungguh
tak ada daya dan kekuatan yang mampu mengirimkan kebahagiaan dalam diri kita
kecuali dengan izin-Nya.
Jika benar ingin mengetahui ilmu tentang kebahagiaan, ketenangan dan
ketentraman, mari kita buka lagi kitab suci yang berisi surat-surat cinta dari
sumber kebahagiaan itu sendiri; Al-Quran. Bacalah ia, pahami, amalkan. Insya
Allah, kita akan berbahagia.
Allah berfirman:
اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا
وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ طُوْبٰى لَهُمْ وَحُسْنُ مَاٰبٍ
"Orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka mendapat
kebahagiaan dan tempat kembali yang baik."
(QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 29)
Wallahu A'lam.
1 comments
Semoga kita diberikah rasa Qonaah dalam hati serta kebahagiaan yang hakiki. aamiin
BalasHapusThank you so much if you're going to comment my post, give advice or criticism. I'm so happy ^_^ But please don't advertising and comment with bad words here. Thanks !
♥ Aisyah