Catatan untuk Diriku di Masa Lalu
Bismillah.
Beberapa tahun lalu,
aku pernah menuliskan sebuah tulisan yang membuatku merefleksi apa yang sudah
kulakukan, saat itu, aku berada di titik kebingungan, rasanya seperti ingin ke
suatu tempat, tapi ketika sudah tiba di sana, aku bingung apa yang sebenarnya aku
inginkan, atau, apa yang harus aku lakukan. Namun pada akhirnya aku membuat
sebuah kesimpulan yang menyatakan bahwa, mencari dunia tidak ada habisnya,
padahal dunia sendiri suatu hari akan habis. Lalu seseorang yang sampai
sekarang tidak kuketahui identitas nya mengingatkanku pada satu ayat dalam
Al-Qur'an:
وَمَنْ أَعْرَضَ
عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam
keadaan buta”
[QS. Thaha:124]
MasyaAllah
Tabarakallah, seolah-olah ayat itu
membuatku melihat hidup dari sudut pandang lain, yang lebih positif, insya
Allah. Syukran jazakumullahu khayr. Bagi teman-teman yang mau membaca tulisan
tersebut, bisa di klik di sini.
Alhamdulillah, pada hari ini, 3 Oktober 2020, seorang adik
berdiskusi denganku, membicarakan tentang, apa yang seharusnya menjadi
pertimbangan dari setiap keputusan yang kita ambil. Aku berpikir, dan aku pun
menyampaikan padanya bahwa dahulu aku berpikir begitu simpel, jadi tolak ukur keputusan yang kubuat banyak didasarkan pada
orangtua. Umi Abi. Untukku, apa yang bisa membuat umi abi bahagia, akan
kulakukan, misalnya ketika memilih untuk masuk perguruan tinggi yang saat ini
sedang aku jalani, bahkan keputusan program studi yang kuambil. Jadi saat itu,
yang kutahu hanyalah, pilihan orangtua insya Allah yang terbaik, dan aku harap
itu cukup sebagai alasan.
Maka demikianlah aku beberapa tahun selanjutnya. Meski
beberapa kali, kadang muncul juga niat-niat lain yang lebih subjektif, misalkan
sesederhana, karena aku suka hal tersebut, jadi aku pilih. Dan Alhamdulillah,
Allah Maha Baik, Allah memberikan banyak kebaikan dalam hidupku. Ohya, aku
percaya bahwa setiap hal yang terjadi, setiap pertemuan, perpisahan, rezeki,
ajal semuanya telah ditetapkan Allah dalam lauh Mahfudz, jadi tidak ada yang
perlu dikhawatirkan Insya Allah.
Kembali ke topik, namun dalam pembicaraan hari ini, secara spontan
aku menyampaikan beberapa pesan ke adik yang satu ini. Sosok yang senantiasa
semangat dalam berbuat kebaikan namun tawadhu nya luar biasa, Masya Allah.
Sebuah pesan yang, ketika aku baca ulang, ini bahkan lebih cocok dikatakan
sebagai hal yang dapat kupelajari dari segala sesuatu yang sudah kulalui. Ini
mungkin boleh dikatakan sebagai, pesan untuk diriku di masa lalu.
Aku paham bahwa tidak ada yang bisa mengulang waktu. Manusia
hanyalah kumpulan hari-hari, yang jika satu hari telah berakhir, maka hilanglah
sebagian dari dirinya, sebagaimana yang dikatakan oleh Hasan Al-Bashri. Jadi
bukan, ini bukan angan-angan atau berandai-andai. Ini adalah pesan yang
Alhamdulilah baru aku sadari sebagai jawaban dari pertanyaan ku di masa lalu,
mungkin. Dan, ini juga pesan yang kukhususkan untuk adik-adik ku yang mungkin
saat ini sedang berada dalam fase Quarter Life Crisis. Serba bingung dengan
banyak hal, mempertanyakan diri sendiri tentang keputusan yang diambil, pun
pusing memikirkan masa depan. Aku harap, pesan ini dapat tersampaikan pada
hatimu, sehingga kamu tidak perlu mengalami kebingungan seperti yang kualami.
Aku bukan tipe orang yang mudah membuat keputusan, ada begitu
banyak pertimbangan yang muncul dalam benakku sebelum aku berani memutuskan
sesuatu, hal-hal sekecil, aku tidak akan membuat status di WhatsApp jika masih
ada pesan chat yang belum kubalas, karena bagiku itu akan membuat si pengirim
pesan merasa sedih, meski entahlah, rasa itu muncul begitu saja, atau memang
aku saja yang merasa demikian.. tapi intinya, memutuskan sesuatu merupakan hal
yang akan membutuhkan waktu lama. Terlebih lagi kalau berkaitan dengan
kepentingan orang banyak, aku lebih suka menyerahkannya kepada mereka yang
bijak, jujur saja, aku khawatir sekali salah mengambil keputusan kemudian
merugikan sebagian orang.
Sampai akhirnya, aku semakin selektif dalam memilih
pertimbangan memutuskan sesuatu. Beberapa pengalaman di organisasi mengajarkan
bahwa akan ada keadaan-keadaan dimana aku harus berpikir cepat, dan memutuskan
dengan cepat pula. Dan kalau kamu mau tau, tidak ada pertimbangan baku dalam
setiap keputusan cepat yang kubuat, selain dari aku memilih mana yang lebih
banyak kebaikannya. Kalau jangka waktunya lebih lama, mungkin aku bisa
konsultasi dengan orangtua, atau meminta pertimbangan mereka yang jauh lebih
paham. Sehingga, keputusan cepat semacam ini menyebabkan aku bisa jadi sosok
yang berbeda tergantung dengan perkara yang kuhadapi, dan aku memohon ampunan
Allah jika ada dari keputusan itu yang menyebabkan kedzaliman. Jika kamu salah
satu dari orang yang pernah kudzalimi, aku minta maaf, benar-benar minta maaf,
semoga Allah memberikan kebaikan yang banyak untukmu, memberkahi hidupmu
kedepannya insya Allah ..
Oh, kisah ini semakin panjang. Dan aku belum juga sampai pada
intinya, terus berkutat di latar belakang permasalahan. tapi begitulah.. itu
yang terjadi padaku sebelumnya.
Hari ini, satu kalimat yang kusampaikan pada adik tersebut
adalah seperti ini,
"Kini kak aisyah sadar satu hal, yang seharusnya kak
aisyah pikirkan, menjadi pertimbangan membuat keputusan, sejak dulu, dalam
segala sesuatu, keputusan apapun itu, adalah.. menjadikan Allah sebagai tolak
ukur."
Iya. Itul yang kusampaikan dan ituah yang seharusnya aku
lakukan, simpelnya dengan menjawab pertanyaan, 'Allah Ridha tidak ya, aku
melakukan ini? Apa ya yang kira-kira dapat menghasilkan keridhaan Allah?' dan
jawabannya akan menjadi jawaban dari keputusanku.
Salah seorang kakak pernah menasihatiku, kalimat ini pernah
kutulis juga dalam tulisan yang cukup berkesan untukku di sini dan di sini juga. Yang menjadi
pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana kita tau Allah Ridha atau tidaknya?
Jawabannya adalah, minta fatwa pada hati kita masing-masing. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
“Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan adalah apa saja yang
menenangkan hati dan jiwamu. Sedangkan dosa adalah apa yang menyebabkan hati
bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan
kebaikan.”
[HR. Ahmad (4/227-228), Ath-Thabrani
dalam Al-Kabir (22/147), dan Al Baihaqi dalam Dalaailun-nubuwwah (6/292)]
Sang kakak bilang, bahwa kita sudah mumayyiz, kita sudah bisa
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Jadi sebagai manusia yang mampu
berpikir, kita bisa melihat, apakah ini baik atau buruk, baik dengan standar
perasaan maupun logika. Dan aku pikir itu benar, itulah kenapa kita sudah
diberi amanah syariat. Karena kita sudah mumayyiz. Kita pada dasarnya tau
apakah yang kita lakukan baik atau tidak, dalam sudut pandang syariat,
terutama. Fitrah kita dan hati nurani kita menunjukkan itu. Tentu akan lebih
baik lagi jika kita paham ilmunya, belajar agama lebih dalam sehingga kita
dapat menerapkan dalil syariat sebagai rujukan dalam kondisi yang kita hadapi.
Jadi, begitulah..
Aku, kamu, kita
semua akan menghadapi banyak hal kedepannya. Banyaknya pilihan, arus informasi
yang begitu cepat, semua itu akan memaksa kita untuk berpikir lebih, dan
seringkali membuat kita bingung juga ya.. memilih satu permen diantara dua akan
jauh lebih mudah daripada memiliki satu dari 100 pilihan permen. Namun aku
berdoa, semoga, kedepannya, kita dapat lebih bijak dalam mempertimbangkan
sebuah keputusan, menjadikan Allah sebagai tolak ukur, memilih yang termudah
selama tidak bertentangan dengan syariat, sebagaimana tauladan kita, Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wasallam mencontohkan.
Tentu banyak hal besar yang akan kita hadapi, masalah besar,
keputusan besar.. sebelum kuliah misalnya, mau di kampus mana? Jurusan apa?
Saat kuliah, mau ikut organisasi apa? Mau ambil berapa sks? Perlu kah ikut
acara sana sini? Magang dimana? Nanti skripsi membahas apa? Setelah kuliah,
baiknya apa yang bisa kulakukan ya? Coba apply kerja dimana? Atau memutuskan
menikah dengan siapa? Atau S2 saja dulu? Atau pertanyaan seperti, sebetulnya
aku mau menjadi apa? Mau hidup seperti apa?
Masya Allah.. pada akhirnya, sebesar apapun perkara yang kita
hadapi, kita harus ingat, Allah jauh lebih besar dari itu semua, Allahu Akbar.
Mudah sekali bagi Allah untuk menunjukkan kita, mendatangkan bantuan dari arah
yang tidak kita sangka. Apa yang Allah tetapkan bukan untuk kita,
sebagaimanapun kita mengejarnya, tidak akan pernah sampai. Dan, apa yang Allah
tetapkan untuk kita, pasti akan sampai pada kita, bagaimanapun caranya. Boleh
jadi, apa yang menurut kita buruk, itu sebenarnya baik. Sebaliknya, apa yang
menurut kita baik, itu sebenarnya buruk. Hanya Allah yang Maha Mengetahui.
Karenanya, menjadi urgen sekali untuk kita mendasarkan setiap keputusan kita
pada standar keridhaan Nya.
Aku jadi teringat sebuah quotes.
Aku berharap, semoga
Allah senantiasa memberikan kita semua Taufiq dan Hidayah Nya. Menjaga dan
melindungi kita dimanapun dan kapanpun. Serta menetapkan hati kita untuk selalu
istiqomah meniti jalan ini, jalan yang lurus, meski tidak selalu mulus. Jalan
orang-orang yang Allah beri nikmat, bukan jalan mereka yang dimurkai, bukan
pula jalan mereka yang sesat.
Alhamdulillaahi Alladzi Bini'matihi Tatimmu Shalihat.
Syukran
jazakumullahu khayr sudah menyimak catatanku, semoga ada manfaat yang bisa
diambil, tulisan ini merupakan pengingat untuk diriku sendiri dan juga pembaca
sekalian. Jika ada hal-hal yang keliru atau perlu diklarifikasi, jangan sungkan
untuk menyampaikan ya, mari sama-sama kita saling menasihati dalam kebenaran
dan kesabaran.
0 comments
Thank you so much if you're going to comment my post, give advice or criticism. I'm so happy ^_^ But please don't advertising and comment with bad words here. Thanks !
♥ Aisyah