Fiqh : Muamalah, Adab Perdagangan dan Jual Beli
Bismillahirrahmanirrahim.
Hukum Asal
dari Muamalah
Hukum asal
dalam muamalah adalah boleh, maka tidak ada sesuatu yang membuatnya haram
kecuali dengan dalil syar’i, yang menunjukkan tentang kebolehannya adalah :
1.
Firman Allah Ta’ala :
وَأَحَلَّ
اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS. Al-Baqarah : 275).
هُوَ الَّذِي
خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi
untuk kamu (QS. Al-Baqarah : 29).
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ
تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu (QS. An-Nisa : 29).
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu
(QS. Al-Maidah : 1)
2.
Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam :
إِنَّ اللهَ تَعَالَى
فَرَضَ فَرَائِضَ فَلاَ تُضَيِّعُوْهَا، وَحَدَّ حُدُوْداً فَلاَ تَعْتَدُوْهَا، وَحَرَّمَ
أَشْيَاءَ فَلاَ تَنْتَهِكُوْهَا، وَسَكَتَ عَنْ أَشْيَاءَ رَحْمَةً لَكُمْ غَيْرَ
نِسْيَانٍ فَلاَ تَبْحَثُوا عَنْهَا
Sesungguhnya Allah ta’ala telah menetapkan
kewajiban-kewajiban, maka janganlah kalian mengabaikannya, dan telah menetapkan
batasan-batasannya janganlah kalian melampauinya, Dia telah mengharamkan segala
sesuatu, maka janganlah kalian melanggarnya, Dia mendiamkan sesuatu sebagai
kasih sayang terhadap kalian dan bukan karena lupa jangan kalian mencari-cari
tentangnya (HR. Daruquthni dan lainnya).
Adab Perdagangan
Ada sejumlah adab-adab dan harus dijaga oleh setiap
pedagang, yaitu :
1.
Hendaknya setiap pedagang mempelajari hukum-hukum jual
beli sehingga tidak terjatuh pada yang haram, dari Umar bin Khattab radhiyallahu
anhu, ia berkata :
لاَ يَبِعْ فِي
سُوْقِنَا إِلاَّ مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِي الدِّينِ
Hendaknya tidaklah berdagang di pasar kita selain orang
yang telah faham (berilmu) (HR. At-Tirmidzi).
2.
Seorang pedagang harus menjauhi perbuatan curang
apapun bentuk dan macamnya, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda
:
مَنْ غَشَّنا فَلَيْسَ
مِنَّا
Barangsiapa yang mencurangi kami, maka ia tidak
termasuk golongan kami (HR. Muslim).
3.
Seorang pedagang harus menjauhi banyak bersumpah
meskipun ia benar, karena terkadang hal ini dapat menyeret kepada sumpah bohong
dan sumpah kepada Allah seharusnya bersih dari tempat seperti ini, Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda :
إِيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ
الْحَلِفِ فِى الْبَيْعِ فَإِنَّهُ يُنَفِّقُ ثُمَّ يَمْحَقُ
Hati-hatilah dengan banyak bersumpah dalam menjual
dagangan karena ia memang melariskan dagangan, namun malah menghapuskan
keberkahan (HR. Muslim)
4.
Hendaknya perkara jual beli bagi pedagang tidak
melalaikan dari perkara agama yang penting baginya, seperti shalat, berbakti,
silaturrahim, dzikir kepada Allah, sebagaimana ia tidak boleh meninggalkan hak
Allah dalam perdagangannya yaitu zakat yang wajib (zakat harta).
5.
Hendaknya setiap pedagang memperbaiki niatnya dalam
berdagang, karena seharusnya ia berniat agar dapat menjaga dirinya dari
meminta-minta, mencukupkan diri dari apa yang ada pada manusia, mencari rezeki
untuknya dan untuk keluarganya, memberi manfaat kepada manusia, memudahkan
mereka dalam memenuhi kebutuhannya, dll.
6.
Hendaknya setiap pedagang bertujuan untuk mendapat
usaha yang halal, menjauhi yang haram dan segala sesuatu yang syubhat (sesuatu
yang tidak jelas).
7.
Hendaknya
setiap pedagang membaguskan muamalahnya dengan para pelanggan, menjual dengan
wajah ceria dan senang dan toleran kepada mereka, demikian pula tidak boleh
membahayakan mereka, mengambil untung diatas normal. Semua ini dilakukan untuk
mencari ridho Allah dan bukan untuk menarik perhatian pelanggan.
8.
Hendaknya setiap pedagang berlaku bersih (jujur dan
adil), maka tidak berbuat curang dan tidak menipu mereka dalam harga barang atau
sifat-sifatnya seperti menyebutkan kepada mereka sifat-sifat yang tidak ada
padanya, menjelaskan jika mereka meminta penjelasan tentang jenis barang atau
kelebihannya, jika tidak ada apa yang mereka minta maka janganlah berdusta,
melariskan dagangannya dengan mengatakan yang lebih baik, secara langsung atau
dengan propaganda, iklan, dll. Seharusnya ia selalu menjelaskan kepada pembeli
apa yang bermanfaat dan sesuai dengan apa yang ada di hadapannya, sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam :
وَلْيَأْتِ إِلَى
النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ
Dan hendaknya ia perlakukan manusia sebagaimana ia
suka diperlakukan demikian (H.R Muslim).
9.
Hendaklah menjual dalam dagangannya apa yang
bermanfaat untuk manusia dan menjauhi apa yang dapat membahayakan mereka dalam
agama atau dunia mereka atau apa yang tidak ada manfaatnya bagi mereka.
Jual Beli
Pengertian jual beli
Jual beli secara bahasa : mengambil sesuatu dan
memberi sesuatu yang lain.
Sedangkan secara istilah : tukar menukar harta dengan
tujuan kepemilikan.
Hukumnya
Jual beli hukumnya boleh sebagaimana tercantum dalam
Al-Quran, Sunnah dan Ijma’ (kesepakatan para ulama tentang suatu hal).
Dalil dari Al-Quran adalah firman Allah Ta’ala :
وَأَحَلَّ
اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS. Al-Baqarah : 275).
Dalil
dari Sunnah adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam :
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ
مَا لَمْ يَفْتَرِقَا
Dua orang yg berjual beli memiliki hak memilih selama
mereka belum berpisah, atau merupakan jual beli dgn syarat memiliki hak memilih
(HR. Bukhari dan Muslim).
Dalil
dari Ijma’ adalah kesepakatan kaum muslimin atas kebolehannya.
Hikmah
dari kebolehannya
Syariat
membolehkan jual beli dikarenakan adanya maslahat (manfaat) yang besar, yang
mana kehidupan manusia tidak dapat berdiri tanpanya, sebab kebutuhan manusia
berbeda-beda dan apa yang mereka miliki tidak dapat memenuhi keinginan mereka,
maka bergantung kebutuhan setiap orang dengan apa yang ada pada orang lain
dalam hal harta, dan tentu saja mereka tidak menyerahkannya begitu saja tanpa
transaksi, oleh karena itu, dalam diperbolehkannya jual beli terdapat
maslahat-maslahat demikian.
Rukun-rukun
jual beli
Rukun-rukun
transaksi jual beli ada 3, yaitu :
1.
2 orang yang berakad, yaitu penjual dan pembeli.
2.
Yang diakad atasnya, yaitu harga dan barangnya.
3.
Ucapan akad, yaitu apa yang dengannya menjadi sah jual
beli, baik berupa ucapan atau perbuatan yang menunjukkan keinginan untuk
menjual atau membeli, dan akad ada 2 macam :
a.
Akad ucapan : disebut juga ijab qobul, ijab adalah
perkataan penjual seperti : aku menjual kepadamu baju ini dengan harga sekian,
dan qobul adalah perkataan pembeli seperti : aku membeli atau aku menerima.
b.
Akad perbuatan : disebut juga mu’athoh, misalnya
engkau menyerahkan beberapa real kepada tukang roti lalu ia menerimanya,
kemudian ia menyerahkan roti kepadamu lalu kamu menerimanya, kemudian kalian
berpisah atau salah satu diantara kalian pergi tanpa mengucapkan apapun.
Syarat-syarat
jual beli
Tidak
sah suatu jual beli hingga terpenuhi 7 syarat yang mana jika salah satunya
tertinggal, maka jual belinya batil, dan syarat-syarat itu adalah :
1.
Saling ridho antara kedua belah pihak, maka jika
seseorang memaksa orang lain untuk menjual sesuatu atau terpaksa membeli
sesuatu dan harus menyerahkan harganya maka tidak sah jual belinya. Yang
menunjukkan hal tersebut adalah firman Allah ta’ala :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka
di antara kamu (QS. An-Nisa : 29).
Dikecualikan
darinya : pemaksaan dengan hak, contohnya seseorang yang berhutang kepada
manusia, kemudian hakim memaksanya untuk menjual sesuatu yang ia miliki agar
dapat membayar hutangnya, atau hakim langsung menjual sebagian hartanya untuk
menutupi hutangnya, maka jual beli ini sah meski terdapat pemaksaan, karena
paksaannya dengan hak.
2.
Masing-masing dari penjual dan pembeli adalah orang
yang boleh menggunakan harta, dan yang boleh menggunakan harta adalah seorang
yang baligh, berakal dan pandai. Maka tidak sah jual beli dengan anak kecil,
orang gila atau orang yang tidak pandai mengurus harta (boros). Yang
menunjukkan hal ini adalah firman Allah ta’ala :
وَلا
تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا
Dan
janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta
(mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan (QS. An-Nisa : 5).
Dan
firman-Nya :
وَابْتَلُوا
الْيَتَامَى حَتَّى إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا
فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ
Dan
ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika
menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya (QS. An-Nisa : 6).
Kecuali
jika seorang anak kecil atau orang yang bodoh menggunakan harta dengan izin
dari walinya, dan ia menggunakannya untuk sesuatu yang mudah, seperti membeli
permen atau semacamnya.
3.
Barang yang dijual dapat dimanfaatkan, maka tidak
boleh menjual apa yang terlarang untuk digunakan, seperti minuman keras,
sesuatu yang memabukkan, rokok, alat musik, peralatan untuk video (yang
diharamkan), dll. Yang menunjukkan hal ini adalah sabda Nabi shallallahu
alaihi wasallam :
إنَّ الله
إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيءٍ حَرَّمَ عَلَيهِمْ ثَمَنَهُ
Sesungguhnya jika Allah mengharamkan suatu kaum untuk
memakan sesuatu, maka Dia akan mengharamkan hasil penjualan barang itu (HR. Abu
Dawud).
4.
Pelaku jual beli adalah pemilik harta atau seseorang
yang menduduki kedudukannya, seperti wakilnya, pemerintah, dll. Adapun jika
seseorang menggunakan harta yang tidak dimilikinya dan tidak meminta izin saat
menjualnya maka jual belinya tidak sah kecuali jika telah dibolehkan oleh raja,
dan perkara ini dalam pandangan para ahli fiqh disebut : jual beli orang yang
masuk urusan orang (fudhul).
Dalil
yang menunjukkan syarat ini adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam :
لاَ تَبِعْ
مَالَيْسَ عِنْدَكَ
Janganlah kamu menjual barang yang tidak kamu miliki
(HR. Tirmidzi dan Abu Dawud).
5.
Barang yang dijual mampu diserahkan, maka tidak sah
menjual apa yang tidak dapat diserahkan, seperti mobil yang hilang, unta yang
lari, pena yang hilang, dll. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits dari
Abu Hurairah radiyallahu anhu, ia berkata :
نَهَى رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang
jual beli gharar (menimbulkan kerugian bagi orang lain) (HR. Muslim).
6.
Barang yang dijual diketahui dan jelas bagi penjual
dan pembeli, maka tidak sah menjual sesuatu yang tidak diketahui, seperti
berkata : aku menjual kepadamu apa yang ada di dalam kantong ini, sedangkan
pembeli tidak tahu isinya. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah larangan Nabi shallallahu
alaihi wasallam tentang jual beli gharar. Dan hilangnya ketidak-jelasan
barang ini baik dengan melihat secara keseluruhan, melihat sebagian yang
menunjukkan keseluruhan (sampel), mensifati dengan sifat yang jelas seolah
dapat dilihat langsung, dsb yang dapat menghilangkan ketidak-jelasan.
7.
Harga dari barang tersebut diketahui (jelas), maka
tidak sah jual beli sesuatu sebelum ditentukan harganya. Misalnya seorang
pembeli berkata : aku membeli darimu mobil ini dengan apa yang ada dalam cek
ini dan penjual tidak tahu berapa isinya. Atau berkata : aku membeli darimu jam
tanganmu ini dengan apa yang ada di dalam kantongku, dan penjual tidak tahu apa
isi kantongnya. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah larangan Nabi shallallahu
alaihi wasallam tentang jual beli gharar.
Wallahu A'lam.
NB : Artikel ini adalah terjemahan dari kitab الفقه yang merupakan kitab pelajaran Fiqh kelas XI semester 1 di Pesantren Ibnu Taimiyah.
5 comments
wew mantap...
BalasHapusbelajar ah
silahkan kak, semoga bermanfaat..
BalasHapusWah pas banget materinya dengan matkul Saya besok, hukum Dagang hihi.
BalasHapusEmang harus tahu adab, siapa aja baik pedagang, dan pembeli.
iya kak, setuju.. ^_^
BalasHapuswaktu pelajaran fiqih di madrasahku juga diajari ilmu ini
BalasHapusThank you so much if you're going to comment my post, give advice or criticism. I'm so happy ^_^ But please don't advertising and comment with bad words here. Thanks !
♥ Aisyah