Krisis Identitas
Bismillahirrahmanirrahim..
Aku baru saja melihat
video Khawatir Khamsah di youtube, video itu merupakan sebuah acara tv Kuwait
yang menampilkan sisi-sisi positif sebuah negara di setiap episodenya, dalam
Khawatir Khamsah ini, negara yang hendak diambil ibrahnya adalah Jepang.
Baru beberapa episode
yang kulihat, sudah banyak sekali faidah yang dapat kuambil, salah satu
diantara hal penting yang patut kita teladani adalah tentang identitas diri.
Seperti, siapa kita? Apa
yang kita lakukan dan untuk siapa kita melakukannya? Itu semua akan menunjuki
kita identitas diri kita yang sebenarnya.
Apakah itu? Maksudku,
apakah identitas kita? Tentu saja fitrah kita akan menjawab Islam.
Ya, Islam.. agama
Rahmatan Lil Alamin.. agama yang telah diridhai oleh Allah dan diterimanya,
agama yang dibangun atasnya segala sesuatu, dimulai dari pertanyaan paling
sederhana, seperti darimana kita berasal dan untuk apa kita disini? Sampai
tuntunan menjalani hidup yang bermakna serta tentang tujuan kita, yakni akhirat..
kehidupan kedua kita, Islam telah menjelaskan secara rinci apa saja bekal yang
harus disiapkan dan bagaimana proses perjalanan kita menuju akhir.
Sebagai seorang muslim,
sudah sepatutnya kita bersyukur mendapat nikmat hidayah yang tidak terkira ini,
Tabarakallah..
Salah satu cara bersyukur
kita adalah tahadduts bin ni'mah, yaitu membicarakan / menampakkan (sebagian)
nikmat yang telah Allah karuniakan pada kita, tapi tentu dengan batasan-batasan
tertentu, maksudku, tidak berlebihan juga karena dikhawatirkan hal itu dapat
menjerumuskan kepada sifat sombong atau riya, Naudzubillah Min Dzalik..
Tahadduts bin ni'mah
disini misalnya dengan berpakaian yang bagus dan rapi, sehingga orang lain
dapat melihat kita yang notabene muslim dengan citra yang baik, karena kita
seorang muslim, kita juga memiliki amanah untuk menunjukkan bahwa Islam itu
baik, sekalipun kita melakukan kesalahan, maka orang lain akan melihat bahwa
itu memang kesalahan kita, karena muslim lain tidak melakukan sepertimu dan
mereka akan tahu bahwa Islam agama yang sempurna, namun kita tidak.
Misalnya saja tentang
teroris, banyak yang masih menyangka bahwa muslim yang berjenggot dan celana
non isbal (diatas mata kaki) dan muslimah yang berhijab syar'i bahkan memakai
cadar merupakan ciri-ciri teroris, katanya karena ada beberapa teroris yang
berpakaian seperti kita, lantas kita secara umum dianggap teroris, sebenarnya, adilkah?
Padahal hanya beberapa orang yang melakukan aksi terorisme itu, itupun hanya
untuk menutupi kedok mereka.. karena sejatinya, agama kita tidak pernah
memerintahkan yang demikian, kita tidak akan pernah melakukan seperti itu,
mereka hanyalah orang-orang yang salah pehamanan dalam beragama, dan itu murni
kesalahan mereka pribadi, tidak ada sangkut pautnya dengan kita yang hanya berusaha
melaksanakan perintah agama, Islam agama damai dan sempurna.. Bukankah ada
pepatah yang mengatakan, "don't judge the book by it’s cover"?
Begitupun menjudge sebuah kertas putih itu ternoda karena ada 1 titik hitam
disana itu merupakan keputusan yang salah.
Padahal jika umat muslim
bersepakat untuk menunjukkan identitas yang sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah,
dimulai dari pemikiran, perkataan, perlakuan, kebiasaan sampai kepribadian,
maka insya Allah tidak ada lagi anggapan-anggapan negatif seperti ini,
sekalipun ada, insya Allah intensitasnya berkurang dan kita kuat dalam
menghadapinya bersama. Mungkin memang ada beberapa perbedaan satu sama lain,
tapi pasti ada persamaan diantara kita, kalaupun terlalu jauh perbedaannya,
maka paling tidak kita masih berada dalam lingkup yang sama, yaitu Islam,
fitrah kita.
Bersatu kita teguh, kan?
Maka alangkah baiknya jika kita memperhatikan agama kita bersama dan kita
kesampingkan segala perbedaan itu, karena sejatinya umat muslim itu kuat, tapi
sangat disayangkan, terlalu banyak perpecahan didalamnya, sehingga amat mudah
bagi para musuh Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam, bagai musuh dalam
selimut, percayalah bahwa kita adalah keluarga besar, saling bersaudara dalam
ikatan Iman, tak ada pembatasan usia, bahasa dan warna.
Bukankah motto indah itu telah dipraktekkan oleh nabi kita dan para
sahabat beliau dulu? Mana pengaruhnya pada diri kita? Bukankah sudah seharusnya
kita meneladani mereka? Bukankah kemajuan umat Islam juga ditentukan oleh
kesadaran diri bahwa kita juga memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi di
dalamnya? Kenapa banyak muslim yang terpengaruh media yang secara tidak
langsung berusaha menomorduakan agama? Padahal bahkan, yang lebih penting bagi
kita adalah membawa nama baik Islam kita dibanding nama baik diri kita pribadi.
Kenapa? Karena sejatinya Islamlah yang menjadi wasilah atas semua hal yang kita
dapatkan, banyak hal yang tak dapat dinilai oleh materi, diantaranya yaitu
kebahagiaan.
Jangankan tentang negara,
tentang makan saja, orang Jepang sangat berpegang teguh dalam menggunakan
sumpit dimanapun dan kapanpun (kecuali beberapa makanan yang hanya bisa menggunakan
sedok, seperti sup), termasuk saat mereka pergi ke negara lain. Beberapa dari
mereka berkata, "mencoba sesuatu yang baru itu menyenangkan, tapi
bagaimanapun, budaya Jepang lebih penting dan harus diutamakan"..
Padahal sebenarnya Islam
kita telah mengajarkan hal yang lebih rinci dari mereka, misalkan adab makan,
dimulai dari membaca doa, duduk, menggunakan tangan kanan (tanpa sendok),
mengambil yang terdekat, menjilati jari-jari setelah makan, menghabiskan
makanan, sampai membaca doa setelah makan. Bukan hanya beridentitas, tapi juga
mendapat pahala karena semua itu sunnah, apalagi bila makan kita diniatkan
ibadah, yaitu agar mendapat tenaga untuk beribadah, Masya Allah.
Memang karena sunnah,
tidak ada dosa bila meninggalkannya, tapi alangkah indahnya bila dengan
identitas seperti ini kita memperindah diri.
Bila bicara kenyataan
zaman sekarang, terutama di Indonesia, menurutku umat Islam sangat krisis
identitas. Karena, jangankan yang sunnah, yang wajib saja masih ada yang tidak
melaksanakan. Contoh simpelnya tentang hijab, abaikan dulu alasan sebagian
muslimah yang masih belum mau memakainya. Sekarang, jika kita melihat 2 orang
wanita tak berhijab (katakanlah di sebuah pusat perbelanjaan), maka darimana
kita bisa tahu kalau salah seorang diantara muslimah? Padahal dia adalah
saudari kita, tapi jika tidak beridentitas seperti itu, bagaimana kita bisa
menyapanya?
Ada banyak kenyataan lain
yang tak dapat kusebutkan semua disini. Tapi hikmah yang dapat kita petik
disini adalah, sudah seharusnya kita memiliki identitas muslim, paling tidak
dengan melaksanakan yang wajib dan akan lebih baik jika yang sunnah juga.
Karena dengan identitas muslimlah, akhlak yang baik, prestasi dan nama baik
menjadi salah sebagian sarana untuk berdakwah. Bukankah dakwah tidak selalu
dengan ceramah ataupun tulisan?
Mengingat nasihat salah
seorang sahabat muslimahku di Russia, "dalam berdakwah, nasehat memang
baik, tapi jangan mendesak apalagi memaksa, tunjukkan saja bagaimana sikap
seorang muslim".
Wallahu A'lam.
Dari catatan HP.
Bogor, 16 Agustus 2015
3 comments
artikel yang menarik
BalasHapusSelamat siang Mba Aisyah, kami dari NYINDIR.COM ingin mengajak Anda bergabung dengan kami sebagai Kontributor/Penulis. Apakah Mba tertarik? mungkin untuk ngobrol-ngobrol mba bisa menghubungi email saya Nisaalfarizi@gmail.com. Terimakasih
BalasHapussetuju dengan kalimat terakhir. karena menurut saya, cara terbijak menasehati/mengajak seseorang kepada kebaikan adalah dengan menunjukkan/mencontohkannya kebaikan tersebut. mudah-mudahan jika niatnya baik, hasilnya juga baik :)
BalasHapusThank you so much if you're going to comment my post, give advice or criticism. I'm so happy ^_^ But please don't advertising and comment with bad words here. Thanks !
♥ Aisyah