Proses Syariat dan Penentuan Hukum dalam Islam
Bismillah.
Narasumber : Ustadz Edi Chandra
Who are you? Man anta? Siapa kamu?
Seorang
Muslim akan menjawab: أنا
عبدالله - saya hamba
Allah
Seorang
Yahudi atau Nasrani akan menjawab: نحن أبناء الله
- kami adalah anak-anak Allah
Seorang
Hindu dan Budha akan menjawab: kami adalah hasil dari daur ulang, maksudnya
reinkarnasi dari kehidupan sebelumnya (konsep yin dan yang).
Mari
kita bahas satu per satu, apakah ada yang salah diantara ketiga pernyataan di
atas? Tentu. Lalu apakah ada yang benar? Jika ada yang salah, maka pasti ada
yang benar. Lalu yang mana yang benar yang mana yang salah dan kenapa?
Jawaban
Hindu dan Budha sebenarnya kurang logis, karena mereka memaknai alam selalu
berputar, itu berarti tidak ada awal dan tidak ada akhir. Padahal jelas ada
manusia pertama.
Jawaban
Yahudi dan Nasrani kurang tepat karena meski mereka meyakini Tuhan, namun
mereka terlalu berlebihan dalam menyadarkan kata 'anak' kepada-Nya, meski semua
juga tahu bahwa maknanya ya bukan seperti yang tersurat.
Maka
jawaban satu-satunya yang benar adalah jawaban orang Muslim.
Bagaimanapun
juga, ketiga pihak di atas mengakui adanya Tuhan. Orang Islam menyebut Allah,
orang Nasrani menyebut Tuhan Yesus dan orang Hindu menyebut Shanti.
Lalu
apakah Tuhan yang kita sembah itu berbeda? Sebentar. Sebelumnya, kita ajukan
pertanyaan, siapakah manusia pertama? Tentu saja Adam. Semua agama juga
meyakininya. Lalu siapa yang menciptakan Adam? Tuhan. Jadi sejatinya Tuhan yang
disembah adalah sama. Namun sayangnya mereka salah dalam memahami makna
Tuhannya. Inilah yang dinamakan Syirik, ketika meyakini adanya Tuhan, namun
pengertiannya salah.
Inilah
juga yang menjadi tujuan pengutusan para Nabi dan Rasul, yaitu meluruskan
kembali pemahaman yang salah mengenai Tuhan.
Jadi
siapa kita? Jika anda masih mengaku Muslim, maka pastikan jawaban anda adalah,
'saya hamba Allah'. Hamba pasti memiliki majikan atau. رب. Hamba yang baik adalah hamba yang taat pada Rabbnya, menuruti
semua peraturan dan hukumnya. Nah peraturan di sini diturunkan sebagai Islam.
Jadi kesimpulannya, sumber hukum adalah Allah melalui Rasulullah dengan
Al-Quran dan Sunnah.
Jadi
apa itu sumber hukum?
Para
ahli hukum, mahasiswa jurusan hukum dan para hakim yang kurang memahami Islam
akab menjawab, norma dan undang-undang.
Namun
sebagai pejuang Ekonomi Islam Indonesia, kita berbeda, sumber hukum kita
berasal dari sumber yang terpercaya, autentik dan tidak diragukan lagi, yaitu
Al-Quran.
Oleh
karena itu, manusia sebagai objek hukum terbebani (مكلف ), artinya ia bisa terkena hukum dosa atau pahala jika memenuhi
syarat Islam, baligh dan berakal.
Lalu
kapan pengadilan dan penghakiman itu dilakukan? Tentu saja di akhirat. Dunia
adalah tempatnya amal.
Manusia
ada 2 macam :
Pertama
: جبري yaitu sesuatu yang tidak disengaja /
fitrah, seperti suku, ras ataupun cinta. Semuanya tidak memiliki konsekuensi
hukum.
Kedua
: اختياري yaitu amal yang disengaja atau dilakukan
dengan usaha. Ini berdampak pada hukum taklif halal haram.
Sumber
hukum yaitu Allah telah menurunkan aturan berupa Al-Quran dan Sunnah yang
terdiri dari 5 jenis hukum taklifi :
1.
Wajib - mendapat pahala jika dilakukan dan mendapat dosa jika ditinggalkan.
2.
Mandub / sunnah - mendapat pahala jika dilakukan dan tidak berdosa jika
ditinggalkan.
3.
Haram - mendapat dosa jika dilakukan dan mendapat pahala jika ditinggalkan.
4.
Makruh - mendapat pahala jika ditinggalkan dan tidak berpahala jika dilakukan.
5.
Mubah - boleh, tidak berpahala tidak berdosa. Namun poin ini berpotensi masuk
ke 4 hukum lainnya.
Kenapa
ada perbedaan manhaj? Dan darimana asalnya perbedaan hukum?
Jika
ada suatu permasalahan yang memiliki dasar hukum namun belum jelas detailnya,
kita tidak bisa bertanya langsung kepada Allah ataupun Rasulullah. Maka
terjadilah ijtihad, dalam ijtihad para ulama, terkadang ada perbedaan pendapat
yang masing-masing memiliki dalil penguat, jadi setiap pendapat dengan hukum
tertentu itulah dinamakan manhaj.
Adapun
proses menyimpulkan hukum dari teks dinamakan استنباط الأحكام.
Ekonomi
Islam membahas prinsip transaksi yang halal. Namun seiring berkembangnya zaman,
manusia selalu berimprovisasi, lalu kaum muslimin bertanya, apa hukumnya? Nah
saat itulah kita gunakan fiqh Muamalah. Fiqh ini membahas tentang hubungan
antar manusia. Adapun fiqh yang membahas hubungan antara manusia dengan Allah
dinamakan fiqh Ibadah.
0 comments
Thank you so much if you're going to comment my post, give advice or criticism. I'm so happy ^_^ But please don't advertising and comment with bad words here. Thanks !
♥ Aisyah