Cerita di Balik Niqab
Bismillah.
Oleh : Aulia Azka
Jilbab besar,
gamis yang melebar, beserta niqob yang menutupi. Terbayang sudah bagaimana
gambaran diri ini. Tepat pada tanggal 10 Zulhijah. malam dimana aku mulai
membayangkan betapa berharganya diriku, jika nanti aku memberanikan diri untuk berhijrah. Ya, menggunakan niqob.
Terlindungi, nyaman dan tentunya merasa dihargai, begitu yang terlintas
dipikiran ini.
Namaku Azka.
Aku berusia 4 tahun lebih muda dari kakakku. Kami bersaudara 4. Siapa sangka
aku adalah anak bungsu, yang selalu dianggap kecil walaupun usiaku sudah beranjak
dewasa. Umurku 18. Usia yang seharusnya sudah paham betul akan agama. Namun
tidak bagi keluargaku. Lahir ditengah keluarga yang minim akan pengetahuan
agama. Solat, mengaji, bagaimana bersikap sopan terhadap orang lain. Hanya
sebatas pengetahuan dasar.
Ketidaktenangan
yang terus-menerus menghantui. Kemana aku selama ini? Dimana ilmu yang selama
ini kugali? Semua terasa sia-sia disaat aku buta akan agama. Sedih, gelisah,
itulah yang ku rasakan hingga saat ini. Perasaan malu akan diri. Bagaimana bisa
aku tak tahu menahu tentang agama? Kisah para Rasul pun tak banyak yang ku
ketahui. Menangis dalam kesendirian. Berharap terlahir kembali layaknya balita
yang tumbuh menjadi anak shalihah dikalangan keluarga islami.
Akankah terus
seperti ini? Tidak. Kuputuskan untuk melanjutkan perkuliahan dimana Universitas
yang memfokuskan untuk mempelajari dan mendalami ilmu agama. Sederhana, yang
kuinginkan adalah bagaimana hidup tenang menjadi seorang muslimah yang menuntut
ilmu tidak hanya ilmu dunia melainkan ilmu akhirat. Seiring berjalannya waktu,
kutemukan jawabannya. Allah pilihkan STEI TAZKIA sebagai jodohku.
Ya, Dia Maha Mengetahui apa yang dirasakan
hamba-Nya. Allah tahu aku gelisah, Allah tahu apa yang kurasakan selama ini.
Hingga kini Ia pertemukan kami. Teman-teman yang tak pernah kusangka
keberadaannya. Orang-orang berilmu yang shalih dan shalihah. Masya Allah. Ia
dekatkan aku dengan mereka yang nyatanya membantuku dalam menggali ilmu agama.
Kuasa Allah. Semua terjadi dalam sekejap.
Sejak saat itu,
aku mulai dibiasakan dengan aktifitas yang jauh berbeda dari sebelumnya. Dimana
dahulu, semua waktu terasa terbuang sia. Hingga kini, melewatkan satu detikpun
aku tak mau. Ku pergunakan waktu dengan sebaik mungkin. Ku perdalam ilmu
agamaku disamping menuntut ilmu dunia. Walau tak banyak yang ku ketahui, namun
kuyakin dengan adanya doa dan usaha yang
kujalani tak akan menutupiku untuk kemudian dapat menguasai ilmu agama.
Insya Allah. Aamiin.
Keinginanku
menggunakan niqobpun semakin kuat. “Sanggupkah diri ini?” hati kecilku berbisik
“mengapa tidak? Ini yang kau mau!”. Dengan penuh keyakinan, kuluruskan kembali
niatku. Siapa sebenarnya diriku? Apa tujuanku dilahirkan ke dunia ini? Lantas
apa yang harus kuperbuat untuk diriku sendiri? Kalau bukan dan tidak lain hanyalah
semata-mata mencari ridho Allah swt. Beribadah kepada-Nya dan taat akan
perintah-perintah-Nya.
“Tidakkah
terpikirkan olehmu tentang amal yang telah kau tabung selama ini? Dosa yang
telah kau perbuat? Apa kau pernah menyakiti orang lain? Menyakiti hati orang
tuamu? Bahkan pernah membuat kedua orang tuamu mengangis? Tidakkah kau rasakan
tumpukkan dosa yang membukit? Bahkan
perbuatan yang tak sengaja kau lakukan pun bisa saja berbuah dosa!“
Astagfirullah.. Bergetar hati ini kembali mengingat Allah swt.
Wahai diriku. Kembalilah muhasabah diri.
Dirimu hanyalah pendosa dengan ilmu sebiji beras. Malulah kamu wahai diriku.
Setidaknya perbaikilah akhlakmu! Tidakkah muslimah yang baik adalah dia
yang mempunyai akhlak mulia? Wahai
diriku, jadikanlah dirimu sebagai contoh, teruntuk keluargamu. Tunjukan yang
terbaik. Dan berikan segala yang mampu kau berikan untuk mereka.
Tanpa keraguan
dan penuh keyakinan. Rabu, 27 September 2017 , ku bulatkan tekad dan beranikan
diri meminta izin kepada mereka. Ya, kedua orang tua dan keluargaku. Perasaan
gelisah yang terus tiada henti. Bagaimana jika mereka tidak merestuiku?
Bagaimana jika aku merasa tersisihkan nantinya? Bagaimana jika orang-orang
mulai menjauhiku? Akankah aku mendapat dukungan dari kerabatku? Semua seketika
terbayangkan olehku.
Tanpa pikir
panjang, kukirimkan sepenggal pesan untuk Ibu yang berisi permohonan. Akankah
aku mendapat restunya? Wallahualam. Tak lama, Ibu kemudian menelfonku. Dengan
penuh kekhawatiran, kuberanikan diri mengangkatnya. Dan ya, benar saja. Ibu
terkejut membaca pesanku. Layaknya seorang wartawan, Ia mengajukan beberapa
pertanyaan yang sejatinya menjatuhkanku. Tak ingin menjadikan niat baik ini
menjadi kesalahpahaman, dengan penuh ketenangan kuperjelas semua maksud dan
tujuanku.
Atas izin Allah.
Dengan mudahnya aku mendaptakan izin dari kedua orangtuaku. Kurasakan hati Ibu
yang tersentuh mendengar penjelasanku. Bapak yang antusias mendengar hijrahku
membuatku semakin bersemangat. Tanpa perlu mengumpulkan baju beserta khimar dan
niqob terlebih dahulu, kugunakan pakaian seadanya. Kuasa Allah, hijrahku
mendatangkan banyak perhatian dari sekelilingku. Banyak dari mereka yang sudah
memakai niqob yang meminjamkan milik mereka padaku. Masya Allah. Betapa
tersentuhnya hati ini. Hari demi hari ku lewati dengan niqob diwajahku,
perlahan tapi pasti dan kini kian terbiasa. Alhamdulillah..
Tidak mudah menjalankan semuanya, tentu
ada ujian yang Allah berikan padaku. Entah berupa cemoohan orang ataupun rasa
gerah dan panas saat memakai niqob. Salah satu ujian terberat yang Allah
berikan adalah ketika Ibu kembali menelfonku. “Nak, jangan dulu bercadar yaa,
mantapkan hati terlebih dahulu”. Bagaimana bisa? Banjiran air mata langsung
saja membasahi tempat tidurku. Sedih yang mendalam ketika mendengar perkataan Ibu.
Entah apa yang membuatnya berubah pikiran. “Kumohon, izinkan aku Ibu”.
Kujelaskan kembali maksud dan tujuanku hanyalah semata-semata ingin taat kepada
Allah swt. Karna sungguh, engkau pasti tahu Ibu, bahwasanya wanita ialah fitnah
terbesar didunia teramat untuk para lelaki. Astagfirullah..
Butuh waktu lama untuk kembali mendapat
perhatian Ibu. Berbagai cara kulakukan hanya demi kembali mendapat restunya.
Maha Besar Allah, Ia kembali membukakan pintu hati Ibu untukku. Pesan terakhir
yang Ibu kirimkan padaku “Nak, jangan nangis lagi ya. Ibu sudah bilang pakai
saja kalau hatinya sudah mantap. Pelan-pelan saja takutnya kalau gak kuat nanti
lepas nak. Jangan nangis lagi yaa. Ibu sedih”. Tak dapat berkata, kurasakan
bahagia yang mendalam.
Alhamdulillah.
Allah kembali mendengar doaku. Walaupun aku merasa bersalah karna telah membuat
Ibu bersedih. Segera ku kirimkan pesan maaf dan terimakasih sebagai balasan
pesan Ibu. Hati pun kembali tenang setelah mendapatkan pesan balasan yang
teramat menyentuh hati. Insya Allah Ibu akan senantiasa mendukungku dalam
keadaan dan situasi apapun demi kebaikan dan masa depanku. Aamiin.
Seminggu sudah
kujalani. “Muslimah dengan niqob diwajah-Nya” tidak menjadikanku berbeda dari
yang lain. Alhamdulillah. Semua terasa
berjalan lurus begitu saja. Semoga Engkau senantiasa menguatkanku dalam
situasi dan keadaan apapun. Melindungi dan menjauhkan segala macam
ketidakbaikan untuk diri ini. Aamiin.
Tuhan, sungguh
indah skenario-Mu.
Muslimah dengan pribadi yang lebih baik dan
senantiasa istiqomah. Aamiin Ya Rabbal Alamin.
1 comments
Semoga Alla beri kekuatan istiqoma dalam hijrahnya...
BalasHapusThank you so much if you're going to comment my post, give advice or criticism. I'm so happy ^_^ But please don't advertising and comment with bad words here. Thanks !
♥ Aisyah